Sunday, 15 September 2013

Uwais al-Qarni


Pada zaman Nabi Muhammad SAW, ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya merah, pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan, kulitnya kemerah-merahan, dagunya menempel di dada selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, ahli membaca Al Qur’an dan menangis, pakaiannya hanya dua helai sudah kusut yang satu untuk penutup badan dan yang satunya untuk selendangan, tiada orang yang menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit. Dia, jika bersumpah demi Allah pasti terkabul. Pada hari kiamat nanti ketika semua ahli ibadah dipanggil disuruh masuk surga, dia justru dipanggil agar berhenti dahulu dan disuruh memberi syafa’at, ternyata Allah memberi izin dia untuk memberi syafa’at sejumlah qobilah Robi’ah dan qobilah Mudhor, semua dimasukkan surga tak ada yang ketinggalan karenanya.Dia adalah “Uwais al-Qarni”.

Ia tak dikenal banyak orang dan juga miskin, banyak orang suka menertawakan, mengolok-olok, dan menuduhnya sebagai tukang membujuk, tukang mencuri serta berbagai macam umpatan dan penghinaan lainnya.Seorang fuqoha’ negeri Kuffah, karena ingin duduk dengannya, memberinya hadiah dua helai pakaian, tapi tak berhasil dengan baik, karena hadiah pakaian tadi diterima lalu dikembalikan lagi olehnya seraya berkata :“Aku khawatir, nanti sebagian orang menuduh aku, dari mana kamu dapatkan pakaian itu, kalau tidak dari membujuk pasti dari mencuri”.Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya.Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak mempengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya.


Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad SAW. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur. Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya kebenaran.Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad SAW secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka dengan cara kehidupan Islam. Alangkah sedihnya hati Uwais setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah “bertamu dan bertemu” dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum.Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu yang jika ia pergi, tak ada yang merawatnya.

Di ceritakan ketika terjadi perang Uhud Rasulullah SAW mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada beliau SAW, sekalipun ia belum pernah melihatnya.Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah beliau dari dekat ? Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa.Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW di Madinah.

Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau memaklumi perasaan Uwais, dan berkata:“Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”.Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi. Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya.

Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah sayyidatina ‘Aisyah r.a., sambil menjawab salam Uwais. Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau SAW tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang.Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi SAW dari medan perang. Tapi, kapankah beliau pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus lekas pulang”.Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemahuannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi SAW. Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada sayyidatina ‘Aisyah r.a. untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan perasaan haru.
Sepulangnya dari perang, Nabi SAW langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda Rosulullah SAW, sayyidatina ‘Aisyah r.a. dan para sahabatnya tertegun. Menurut informasi sayyidatina ‘Aisyah r.a., memang benar ada yang mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.Rosulullah SAW bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.”Sesudah itu beliau SAW, memandang kepada sayyidina Ali k.w. dan sayyidina Umar r.a. dan bersabda : “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi”.

Selain dikenali sebagai seorang anak yang taat kepada ibunya. Uwais juga sangat taat melakukan ibadah, beliau seringkali berpuasa dan malam hari masanya terisi dengan ibadahsolat-solat sunat dan tahajud kepada Allah SWT.

Rasulullah  pernah berpesan kepada Sayyidina Umar r.a. dan Sayyidina Ali KaramAllahu wajhah (k.w.): “Akan lahir di kalangan Tabiin seorang insan yang doanya sangat makbul. Namanya Uwais al-Qarni dan dia akan lahir di zaman kamu. Kamu berdua pergilah mencari dia. Dia akan datang dari arah Yaman, dia dibesarkan di Yaman. Dia akan muncul di zaman kamu, carilah dia. kalau berjumpa dengan dia minta tolong dia berdoa untuk kamu berdua.”

Sayyidina Umar dan Sayyidina Ali lalu sama-sama menanyakan kepada Rasulullah S.A.W:“Apakah yang patut saya minta daripada Uwais al-Qarni, ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Mintalah kepadanya agar dia berdoa kepada Allah agar Allah ampunkan dosa-dosa kalian.”

Memang benarlah kata-kata Rasulullah  Uwais al-Qarni akhirnya muncul di zaman Sayyidina Umar dan Sayyidina Ali. Setelah puas menunggu dan mencari kabilah-kabilah yang datang dari Yaman ke Madinah, akhirnya mereka bertemu juga dengan Uwais al-Qarni.

Jika dilihat dari pandangan mata kasar orang biasa, Uwais al-Qarni tiada ciri-ciri istimewa kerana dari pandangan luaran beliau seperti orang yang tidak sempurna akal dan dianggap sebagai seorang yang kurang waras, tetapi beliau ada sesuatu yang kita tidak ketahui..

Uwais Al-Qarni adalah seorang yang berpenyakit sopak, badannya bertompok putih, yakni putih penyakit yang tidak digemari. Beliau berpenyakit sopak sejak dilahirkan dan bapanya telah meninggal dunia ketika dia masih kecil lagi. Walaupun beliau seorang berpenyakit sopak, beliau adalah seorang yang soleh yang amat mengambil berat tentang ibunya dan beliau begitu tekun untuk mendapatkan keredhaan ibunya dan setia menjaga ibunya yang sudah uzur dan lumpuh sampai beliau dewasa.

Ibunya mempunyai hajat untuk menunaikan haji di Makkah. Namun dengan kudrat yang sebegitu, ibu Uwais tidak mampu untuk ke Makkah berjalan seorang diri. Lalu dia mengutarakan hasratnya kepada Uwais supaya mengikhtiarkan sesuatu agar dia boleh dibawa ke Makkah menunaikan haji.

Sebagai seorang yang miskin, Uwais tidak berdaya untuk mencari perbelanjaan untuk ibunya kerana pada zaman itu kebanyakan orang pergi menunaikan haji dari Yaman ke Makkah perlu menyediakan beberapa ekor unta yang dipasang di atasnya ‘Haudat’ iaitu sebuah rumah kecil yang diletakkan di atas unta untuk melindungi panas matahari dan hujan, selesa namun harganya mahal. Uwais tidak mampu untuk menyediakan perbelanjaan yang sedemikian. Beliau tidak memiliki unta dan juga tidak mampu untuk membayar sewa.

Pada suatu hari, ibu Uwais yang semakin tua dan uzur berkata kepada anaknya: “Anakku, mungkin ibu dah tak lama lagi akan bersama dengan kamu, ikhtiarkanlah agar ibu dapat mengerjakan haji.”

Uwais mendapat suatu ilham. Dia membeli seekor anak lembu yang baru lahir dan sudah habis menyusu. Dia membuat sebuah pondok (rumah kecildi atas sebuah ‘Tilal’ iaitu sebuah tanah tinggi (Dia buat pondok untuk lembu itu di atas bukit). Apa yang dia lakukan, pada petang hari beliau akan mendukung anak lembu untuk naik ke atas ‘Tilal’. Pagi esoknya beliau akan mendukung lembu itu turun dari ‘Tilal’ tersebut untuk diberi makan. Itulah yang dilakukannya setiap hari. Ada ketikanya dia mendukung lembu itu mengelilingi bukit tempat dia memberi lembu itu makan.

Perbuatan yang dilakukannya ini menyebabkan orang mengatakan beliau kurang waras. Memang pelik, membuatkan rumah untuk lembu di atas bukit, kemudian setiap hari mengusung lembu, petang dibawa naik, pagi dibawa turun bukit.

Namun sebenarnya jika dilihat di sebaliknya, Uwais seorang yang bijak. Lembu yang asalnya hanya 20 kilogram, selepas enam bulan lembu itu sudah menjadi 100kg. Otot-otot tangan dan badan Uwais pula menjadi kuat hinggakan dengan mudah mengangkat lembu seberat 100kilogram turun dan naik bukit setiap hari.

Selepas lapan bulan, apabila sampai musim haji, rupa-rupanya perbuatannya itu adalah satu persediaan untuk dia membawa ibunya mengerjakan haji. Dia telah memangku ibunya dari Yaman sampai ke Makkah dengan kedua tangannya. Di belakangnya dia meletakkan barang-barang keperluan seperti air, roti dan sebagainya. Lembu yang beratnya 100 kilogram boleh didukung dan dipangku inikan pula ibunya yang lebih ringansekitar 50 kilogram.

Beliau membawa (mendukung dan memangku) ibunya dengan kedua tangannya dari Yaman ke Makkah, mengerjakan Tawaf, Saie dan di Padang Arafah dengan senang sahaja. Dan dia juga memangku ibunya dengan kedua tangannya pulang semula ke Yaman dari Makkah.

Setelah pulang semula ke Yaman, ibunya bertanya: “Uwais, apa yang kamu doakan sepanjang kamu berada di Mekah?”

Uwais menjawab: “Saya berdoa minta supaya Allah SWT mengampunkan semua dosa-dosa ibu.”

Ibunya bertanya lagi: “Bagaimana pula dengan dosa kamu?”

Uwais menjawab: “Dengan terampun dosa ibu, ibu akan masuk syurga. Cukuplah ibu redha dengan saya, maka saya juga masuk syurga.”

Ibunya berkata lagi: “Ibu inginkan supaya engkau berdoa agar Allah SWT hilangkan sakit putih (sopak) kamu ini.”

Uwais berkata: “Saya keberatan untuk berdoa kerana ini Allah yang jadikan. Kalau tidak redha dengan kejadian Allah, macam saya tidak bersyukur dengan Allah Ta’ala.”

Ibunya menambah: “Kalau ingin masuk ke syurga, mesti taat kepada perintah ibu. Ibu perintahkan engkau berdoa.”

Akhirnya Uwais tidak ada pilihan melainkan mengangkat tangan dan berdoa. Uwais lalu berdoa seperti yang diminta oleh ibunya supaya Allah SWT menyembuhkan tompok putih yang luar biasa (sopak) yang dihidapinya itu.

Namun kerana beliau takut masih ada dosa pada dirinya, beliau berdoa: “Tolonglah ya Allah! Kerana ibuku, aku berdoa hilangkan yang tompok putih pada badanku ini melainkan tinggalkanlah sedikit.”

Maka, Allah SWT segera memakbulkan doanya dan menghilangkan penyakit sopak di seluruh badannya kecuali meninggalkan setompok sebesar duit syiling Tanda tompok putih kekal pada Uwais kerana permintaannya, kerana ini (sopak) adalah anugerah Dan tanda itulah yang disebutkan oleh Rasulullah  kepada Saidina Umar al-Khattab dan Saidina Ali untuk mengenali Uwais al-Qarni.

Disebut Rasulullah  kepada Sayyidina Umar dan Sayyidina Ali: “Tandanya kamu nampak di belakangnya ada satu bulatan putih, bulatan sopak. Kalau berjumpa dengan tanda itu, dialah Uwais al-Qarni.”

Tidak lama kemudian, ibunya meninggal dunia. Dia telah menunaikan kesemua permintaan ibunya. Selepas ibunya meninggal, Uwais menjadi seorang yang soleh dan ditinggikanmartabatnya di sisi Allah sehingga dia menjadi seorang yang doanya paling makbul.

Apabila Sayyidina Umar dan Sayyidina Ali dapat berjumpa dengan Uwais al-Qarni dan seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah , mereka berdua pun meminta supaya Uwaismendoakan supaya dosa mereka diampunkan Allah SWT.

Ketika Uwais al-Qarni berjumpa Sayyidina Umar dan Sayyidina Ali, beliau berkata: “Aku ini datang dari Yaman ke Madinah kerana aku ingin menunaikan wasiat Rasulullah  kepada kamu iaitu supaya kamu berdua berjumpa dengan aku.”

Maka Uwais pun telah mendoakan untuk mereka berdua.

Setelah itu Sayyidina Umar, yang ketika itu memegang jawatan Khalifah, bertanya kepadanya:“Anda hendak pergi ke mana?”

“Kufah”, jawab Uwais.

Sayyidina Umar bertanya lagi: “Mahukah aku tuliskan surat kepada Gabenor Kufah agar melayanimu?”

Uwais menjawab: “Berada di tengah-tengah orang ramai sehingga tidak dikenali lebih aku sukai.”

Demikianlah kisah Uwais Al-Qarni yang amat taat dan kasih kepada ibunya. Seorang Wali Allah yang tidak terkenal di bumi, tetapi amat terkenal di langit.

Firman Allah SWT :
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَـٰنًا ۚ

  “Dan Tuhanmu telah mewajibkan supaya tidak menyembah selain dari-Nya dan berlaku baik kepada ibu bapa.”  (Surah Al-Isra’, ayat 23) 

 .
.
والله أعلم بالصواب
Wallahu A’lam Bish Shawab
 (Hanya Allah Maha Mengetahui apa yang benar)

No comments:

Post a Comment